
Dari dua milyar jumlah anak di dunia terdapat lebih dari seratus juta anak menderita cacat fisik dan mental. Angka yang terbilang cukup besar ini telah berhasil mencuri perhatian dunia disaat program A World Fit for Children tengah marak dikampanyekan. Ketergantungan anak cacat kepada sesuatu sebagai penopang hidup membuat mereka sangat rentan dengan segala tindak penganiayaan dan pelecehan. Betapa tidak, jika anak yang normal saja tidak luput dari cengkraman penganiayaan dan pelecehan, apalagi bagi anak dengan segala keterbatasan fisik dan mental. Seratus dari seribu anak cacat telah dicuri haknya akan kasih sayang dan perhatian. Tidak berhenti sampai disitu saja, peperangan dan kekerasan politik turut mengancam kehidupan mereka bahkan menambah catatan jumlah anak-anak cacat di dunia.
Pada dasarnya cukup sulit untuk mempercayai bahwa anak cacat sangat rentan terhadap penganiayaan dan pelecahan. Hal ini jugalah yang menyebabkan keluarga dan orang-orang terdekat kurang mempersiapkan kondisi fisik, mental dan intelektualnya. Padahal dengan arus informasi yang melimpah dan ditunjang oleh aksesnya yang mudah seharusnya telah membantu keluarga dalam meng-update segala informasi yang dibutuhkan untuk merawat dan melindungi anak cacat. Setelah dianalisa ternyata informasi saja tidak cukup membekali keluarga dalam menunjang perkembangan sekaligus menjamin keamanan bagi anak-anak dari penganiayaan dan pelecehan. Sederhananya, dibutuhkan suatu bentuk konkrit seperti “latihan” bila suatu hari nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan tersebut. Inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya sebuah program dengan konsep sederhana, mudah, dan aplikatif yang dikenal dengan “No-Go-Tell”. Berani untuk katakan tidak, segera cari pertolongan dan ceritakan yang telah terjadi.
Oleh konsep “No-Go-Tell”, seorang anak dengan keterbatasan fisik dan mental diajarkan untuk berani mengatakan “Tidak!” terhadap segala bentuk penganiayaan dan pelecehan. Kemudian anak juga diajarkan untuk segera mencari pertolongan dari orang terdekat yang dapat dipercaya untuk melindunginya. Setelah itu, anak diajarkan juga untuk berani menceritakan segala hal yang terjadi pada dirinya hingga berujung pada tindak penganiayaan dan pelecehan. Konsep ini membutuhkan kerjasama yang kuat dari semua pihak yang bersentuhan secara langsung dengan anak tersebut. Artinya kesuksesan program ini sangat bergantung pada kesungguhan dan kepedulian segala pihak yang terlibat di dalamnya, seperti: orang tua, sekolah, lingkungan rumah, dan lain-lain.
“No-Go-Tell” mengajarkan kepada setiap orang tua bahwa anak cacat juga beresiko terhadap segala bentuk penganiayaan dan pelecehan seperti anak-anak lainnya. Setiap orang tua harus mendidik anak-anaknya dengan menyampaikan berbagai informasi-informasi dan mengingatkan untuk senantiasa waspada terhadap segala tindak penganiayaan dan pelecehan. Menjalin komunikasi dua arah dan tetap menjaga keterbukaan diantara keduanya menjadi kunci utama dalam hal ini walaupun dengan segala keterbatasan fisik dan mental yang dimiliki oleh anak.
Ada 2 (dua) kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh anak-anak cacat dalam penerapan konsep ini, yaitu: keterampilan berkomunikasi dan keahlian membela diri. Keterampilan berkomunikasi penting sebagai “pintu gerbang” segala informasi baik yang sifatnya input maupun output. Mengasah keterampilan berkomunikasi anak cacat sangat bergantung kepada jenis kecacatan yang dimiliki. Untuk hal tersebut, kini banyak solusi yang dimiliki sehingga tidak lagi menjadi kendala yang berarti.
Komunikasi yang baik juga menunjang bagi pencapaian kemampuan dasar yang kedua, yakni keahlian membela diri. Dalam konsep “No-Go-Tell”, berani mengatakan “Tidak!” merupakan suatu bentuk pembelaan diri yang paling sederhana. Membela diri tidak harus berorientasi pada kekuatan fisik (otot). Apalagi dalam hal ini, anak cacat memiliki berbagai keterbatasan baik fisik maupun mental. Membela diri yang dimaksudkan dalam hal ini lebih kepada bagaimana anak-anak cacat dengan segala keterbatasannya dapat melakukan sesuatu untuk melindungi dirinya. Dalam hal ini termasuk inisiatif untuk mencari pertolongan kepada orang-orang terdekat yang dipercayainya.
Polemik penganiayaan dan pelecahan pada anak cacat sepatutnya tidak luput dari perhatian dan pengawasan orang tua. Dalam hal ini, orang tua adalah komponen keluarga yang bersentuhan secara langsung dengan dinamika kehidupan anaknya. Orang tua juga seharusnya bertanggung jawab penuh terhadap keamanan anak dalam aktivitasnya sehari-hari. Segala kemungkinan tindak kejahatan dapat terjadi dimanapun dan kapanpun. Dalam banyak kasus yang terjadi, anak cacat tidak dapat mencegah dan menolak segala bentuk penganiayaan dan pelecehan sehingga peran serta orang tua amatlah sangat penting.
Mulai saat ini bukalah mata seluas-luasnya. Perangilah segala bentuk kekerasan pada anak, khususnya anak cacat. Pupuklah semangat untuk melindungi dan mengayomi anak-anak. Mereka adalah makhluk kecil yang dititipkan oleh Sang Pencipta sebagai embun yang akan menyegarkan dunia. Mulailah dari hal-hal yang sederhana. Dengungkanlah semangat kampanye “No-Go-Tell” diatas dunia. Hal tersebut bukan hanya kewajiban orang seorang tetapi merupakan kewajiban siapun yang menginginkan dunia tetap indah hingga akhir hari nanti.
Terlahir ke dunia adalah sebuah “pilihan’ bukan “ketentuan”. Di dalamnya terkandung janji bahwa dunia akan menyambut kehadiran siapapun dengan senyum kebahagiaan. Inilah yang dikatakan “pilihan” yang tepat. Setiap anak yang dilahirkan ke dunia mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan cinta, kasih sayang, kebahagiaan dan rasa aman. Penuhilah janji yang telah dititahkan di pundak kita semua. Wujudkanlah miniatur firdaus yang nyata bagi anak-anak. Yakinkanlah bahwa dunia memang layak untuk mereka. Semangat yang ditunjukkan dunia melalui World Summit for Children delapan belas tahun yang lalu telah berhasil melahirkan sebuah cita-cita mulia, A World Fit for Children. Dunia memang layak untuk anak-anak dan berikanlah masa depan yang cerah bagi seluruh anak-anak di dunia.
(Ditulis oleh Desby Juananda, Mahasiswa Semester VII Fakultas Kedokteran USU)